Nikmat Memandang, Bencana Akhirat, Ini Dia Alasanya!!!
Keutamaan Menjaga Pandangan Terhadap Lawan Jenis, Ini Dia Keutamaanya!!! |
Keutamaan Menundukkan Hawa
Nafsu Karena Allah ﷻ
BY ABDULLAH TASLIM ⋅
JANUARY 21, 2017 ⋅
POST A COMMENT
عَنْ فَضَالَةَ بن عُبَيْدٍ رضي
الله عنه قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ:
« الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ »
Dari Fadhalah bin ‘Ubaid رضي
الله عنه beliau berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda: “Orang yang berjihad/berjuang dengan sungguh-sungguh (yang
sebenarnya) adalah orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menundukkan
hawa nafsunya di jalan Allah ﷻ –
dalam riwayat lain: dalam ketaatan kepada Allah –”[1].
Hadits yang agung ini
menunjukkan besarnya keutamaan orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh untuk
menundukkan hawa nafsunya dalam rangka mengikuti ketaatan kepada Allah ﷻ.
Inilah salah satu sifat
mulia orang-orang yang akan menjadi penghuni Surga dan dengan ini mereka dipuji
dalam al-Qur’an. Allah ﷻ
berfirman:
{وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ
رَبّهِ وَنَهَى النفس عَنِ الهوى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى}
“Adapun orang-orang yang
takut kepada kebesaran Rabbnya (Allah ﷻ)
dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah
tempat tinggal (mereka)” (QS an-Naazi’aat: 40-41).
Imam Ibnu Baththal
rahimahullah berkata: “Jihad/perjuangan seorang hamba (menundukkan hawa)
nafsunya adalah jihad yang paling sempurna”…kemudian beliau menukilkan ayat di
atas[2].
Beberapa faidah penting yang
dapat kita petik dari hadits ini:
– Imam Ibnu Hajar
rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan berjihad/berjuang menundukkan
(hawa) nafsu adalah mencegah/melawan nafsu dari keinginannya untuk (selalu)
menyibukkan diri dengan selain ibadah (ketaatan kepada Allah ﷻ)”[3].
– Berusaha menundukkan nafsu
dari keinginannya yang buruk adalah syarat mutlak untuk meraih takwa yang
hakiki. Imam besar dari generasi Tabi’in Maimun bin Mihran berkata: “Seorang
hamba tidak akan mencapai takwa sehingga dia melakukan muhasabatun nafsi
(introspeksi terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa) yang lebih
ketat daripada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu dagangnya (dalam
masalah keuntungan dagang), oleh karena itu ada yang mengatakan: jiwa manusia
itu ibaratnya seperti sekutu dagang yang suka berkhianat, maka kalau anda tidak
selalu mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu (sebagaimana jiwa akan
pergi membawa agamamu)”[4].
Salah seorang ulama salaf
berkata: “Berakhir perjalanan orang-orang yang mencari (keridhaan Allah ﷻ)
ketika mereka telah menundukkan (hawa) nafsu mereka”[5].
– Imam Ibnul Qayyuim
rahimahullah berkata: “Orang-orang yang menempuh jalan (untuk mencari keridhaan)
Allah ﷻ,
meskipun jalan dan metode yang mereka tempuh berbeda-beda, (akan tetapi) mereka
sepakat (mengatakan) bahwa nafsu (jiwa) manusia adalah penghalang (utama) bagi
hatinya untuk sampai kepada (ridha) Allah ﷻ,
(sehingga) seorang hamba tidak (akan) mencapai (kedekatan) kepada Allah ﷻ
kecuali setelah dia (berusaha) menentang dan menguasai nafsunya (dengan
melakukan tazkiyatun nufus)”[6].
– Allah ﷻ
melimpahkan taufik dan pertolongan kepada hamba-Nya dalam semua kebaikan
tergantung dari besar/kecilnya kesabaran dan kesungguhan hamba tersebut dalam
berjuang menundukkan hawa nafsunya. Allah ﷻ
berfirman:
{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ}
“Dan orang-orang yang
berjuang dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar
akan Kami berikan hidayah (taufik) kepada mereka (dalam menempuh) jalan-jalan
Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”
(QS al-‘Ankabuut: 69).
Imam Ibnu Qayyim
rahimahullah berkata: “(Dalam ayat ini) Allah ﷻ
menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan kesungguhan (manusia),
maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah (dari Allah ﷻ)
adalah orang yang paling besar perjuangan dan kesungguhannya”[7].
– Termasuk do’a yang
diajarkan oleh Rasulullah ﷺ
untuk memohon kepada Allah ﷻ
agar nafsu kita dibersihkan dari keinginannya yang buruk adalah: “Ya Allah,
anugerahkanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah jiwaku (dengan
ketakwaan itu), Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, Engkau-lah Yang
Menjaga dan Melindunginya”[8].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا
محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 28 Rajab 1436
H
Abdullah bin Taslim
al-Buthoni
[1] HR Ahmad (6/21,22), Ibnu
Hibban (11/203) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam
“Shahih al-jaami’ ash-shagiir” (1/201 dan 1/1163).
[2] Dinukil oleh Imam Ibnu
Hajar dalam “Fathul Baari” (11/338).
[3] Kitab “Fathul Baari”
(11/337-338).
[4] Dinukil oleh Imam Ibnul
Qayyim dalam kitab beliau “Ighaatsatul lahfaan” (hal. 147- Mawaaridul amaan).
[5] Dinukil oleh Imam Ibnul
Qayyim dalam kitab “Ighaatsatul lahfaan” (1/75).
[6] Kitab “Ighaatsatul
lahfaan” (hal. 132 – Mawaaridul amaan).
[7] Kitab “al-Fawa-id” (hlmn
59).
[8] HSR Muslim dalam “Shahih
Muslim” (no. 2722).
Komentar
Posting Komentar